Sakura - Text Select

Sunday, May 31, 2020

Ngentot Dengan Pembantu Rumah


KASIR4D - Aku sedang melamun sendiri dikamar, istri dan anakku sejak kemarin pulang ke kampungnya di Jawa, Aku sendiri malas keluar, walaupun hari ini kantor libur hari sabtu. Tiba-tiba saja kudengar pintu kamarku diketok oleh orang.

” Pak , permisi, Titi mau cuci kamar mandi bapak” terdengar suara pembantuku

” Yah Masuk aja ” jawabku

Titi pembantuku pun masuk sambil membawa ember kecil dan yang membuat saya kaget, dia hanya memakai handuk besar yang membungkus dadanya yang besar dan pantatnya yang bahenol.

” Waduh, pake handuk aja ti” kataku sambil menelan liur karena menyaksikan pemandangan yang membangkitkan adekku.

” Iya pak, biar ngak basah baju Titi ” jawabnya sambil tersenyum manis dan lirikan matanya yang genit menuju adekku yang hanya di bungkus celana dalam saja.

Kurang lebih 15 menit kudengar suara air yang disiram ke dinding kamar mandi, Wah berarti dia sudah selesai mencuci kamar mandi, akupun cepat-cepat mencopot celana dalamku, dan langsung kutarik pintu geser kamar mandiku yang memang tidak pakai konci.

” Eh ,pak, ” Titi terkejut, ketika melihat aku masuk dalam keadaan bugil, dia segera jongkok dengan keadaan telanjang bulat, sambil menutupi susunya dan menghadap kedinding kamar mandi membelakangiku.

Tapi tetap aja terlihat pantatnya yang bahenol, terlihat mengkilap , hitam, karena sekujur tubuhnya basah kena air ketika mencuci kamar mandi. Akupun langsung mendekati closet sambil mengacungkan adekku

” Iya Ti, bapak mau kencing nih , udah ngak tahan , kamu sih lama banget cucinya”

Aku sambil pura-pura, mau kencing, tapi boro-boro mau keluar airnya, namanya juga adek lagi bediri , mana mau keluar kencingnya, mana mata sambil terus melihat kearah Titi yang telanjang bulat sambil jongkok.

” Udah Ti, ngak usah malu, ngak ada orang kok, cuma kita, Bapak aja ngak malu”

Kulihat dia mulai berani mengintip kearah adekku, dia kaget melihat adekku yang sengaja kuacung-acungkan.

” Ti, tolong minta air dong , untuk cuci ini adek bapak ” kataku, sambil menyodorkan adekku kuhadapannya.

Dengan takut- takut dan malu, tangan satunya mengambil shower dan tangan satunya tetap menutupi susunya.

” Ayo dong sekalian dicuciin” kataku Togel Online

Diapun mulai berdiri, dan menyirami adekku dengan shower, sambil matanya terus melihat adekku yang sudah tegang, Adekku ukurannya panjangnya sih biasa saja sekitar 15 cm,tapi gemuk banget , sudah banyak wanita yang kaget dengan ukuran diameter dan bentuk kepalanya yang membesar seperti pukulan gong.

” Ayo jangan cuma di siram, ambil itu sabun sekalian disabunin dong ”

Kulihat dia agak kagok, tapi diambilnya juga sabun cair, dan dia mulai menyabuni adekku .

” Ahhhh,,, enak Ti, Cucinya yang bersih Ti ”

” Yah pak.” jawabnya sambil terus tertunduk dan menatap adekku.

Sekarang dia juga dalam keadaan telanjang bulat, tidakbisa lagi menutupi susunya , karena kedua tangannya sibuk menyabuni dan menyirami adekku.

Susunya kelihatan benar besar ,masih bulat sekali dan keras sekali dengan pentil yang masih kecil tapi kelihatan sudah berdiri. sedang memeknya kelihatan berupa garis, karena bulunya sudah tidak ada, mungkin dia sering mencukurnya, tapi terlihat jelas bekas bulu yang baru dicukur, makin membuatku nafsu.

Tangankupun mulai memegang susunya dan mengelusnya sambil berkata

” TI, Susu kamu bagus yah. masih montok banget”

” Pak Titi malu pak”

” Ahhhh… . pak……jangan pak….”

Tanganku memelintir pentilnya yang keras, dan tangan satunya sibuk memutar -mutar

susu yang satunya.

” Auwww pak……pakk….”

Dia mulai mendesah, dan pegangannya ke adekku bukan hanya mengelus lagi,tapi mulai meremas dengan kencang.

Mulutkupun mulai bergerilya menciumi susunya dan mulai lidahku mebelit-belit pentil susunya, pelan tanganku yang satunya turun meluncur kearah memeknya.

Jariku menemukan bibir memeknya yang udah licin, bibirnya tipis, aku, mulai mengorek-orek memeknya dan mencari-cari kelentitnya.

” Auuu pak…geli pakk….,Titi geli pak ”

Aku terus menjilati pentilnya dan tanganku, menemukan kelentitnya yang cukup besar, terasa sebesar biji kacang tanah, keras, licin dan enak sekali dimaenin dengan tangan.

” Pakkkkkk…Auuuuu…ZZZZZZ. pak Titi………..ngak tahan pak”

Tangannya sudah dengan kasar menggosok adekku dan sampai kebijinya diperas dengan keras, sampai aku agak terasa sakit.

” Pakkkk….ampun ….pak…Titi….enak.pakkk” desahnya, terus menerus.

” Pelan kuangkat sebelah kakinya , kusandarkan kakinya yang satu di atas bak mandi, lalu lulutku mulai turun kebawah mencari lubang memeknya.

Kujilati bibir memeknya, dan sambil lidahku masuk menjelajahi lubang memeknya yang terasa masih kecil sekali. Lalu lidahku mulai menjilati dan mengulum biji kelentitnya yang sebesar kacang tanah, dan terasa keras serta licin sekali karena air nikmatnya yang banyak keluar.

” Aduhhhhhhhhh………..pak…….Titi ngak tahan pakkkkkkkkkk”

” Auuuuuu……pakk Ampun pak………Titi enak banget pakkkkk, Memek Titi diapain pak……. Auuuuuuuuuu ”

” Memang belum pernah diginiin Ti”

” Belummmmpakkkk….enak ….banget pakkk.”

” Auuuuuuzzzzzzzzzzz…… enak pakkkkkkkkkkk”

” Yuk kita keranjang Ti .” sambil keseret kekamarku

Langsung kurebahkan dia diranjangku. langsung kuserbu susunya kujilati dan kugigitgigit kecil pentilya.

” Pakkkkk……. enak pak…..UZZZzzzz….”

Lidahkupun mulai meluncur kebawah, mulai kujilati bibir memeknya, kutarik dengan bibirku , pelan kubuka memeknya yang hitam, sesuai dengan kulitnya yang hitam manis, bibir memeknya pun hitam dengan bekas bulu yang dicukur, makin membuat aku nafsu, pelan kubuka memeknya, terlihatlah dalam memeknya yang berwarna merah tua segar dengan keadaan basah sekali, sangat kontras dan menarik dengan warna bibir memeknya yang hitam,, kujilati dalam memenya, dan terlihat kelentitnya yang menonjol dengan menantang merah dan licin sekali, langsung kujilati dan kukulum biji kelentitnya.

” Pakkkkkkkkkkk…..aduh pak…..enak……ohhhhhhhhh..ohhhhhh”

Titi menggerakkan memeknya mendekati bibirku, terasa agak asin cairan yang keluar dari memenya, aku suka sekali melihat biji kelentitnya yang keras dan licin, terus kukulum, sehingga dia terus teriak dan mengangkat memeknya tinggi-tinggi

” Aduh pak…ampun pak…..Titi ngak tahan pak…Ngentotin Titi pak”

Akupun berputar dalam posisi 69, dia dengan segera menarik adekku dan langsung dengan rakus mengulum batangnya, lalu turun kebijinya, kedua bijiku disedotnya, bukan main rasanya.

” auuuuuuuu enak ti, terus ti……”

Aku terus menjilati dan menggigit biji kelentitnya, sambil menyedot cairanyang keluar,

tiba-tiba kepalaku dikepitnya dengan keras, dan terasa adekku disedot dan digigit dengan keras oleh Titi,

” Pakkkkkkk….Titi keluar pak…….Aya u……..uuuuu ”

Dijepitnya dengan keras kepalaku , lalu ia lemas dan kakinya mulai terbuka lagi.

” Aduh pak, enak banget pak, Titi belum pernah diginiin sampe keluar”

“Emang kamu udah sering Ti, ” selidikku

” Ngak pak , Titi baru pernah sekali dientot sama pacar dikampung, eh abis dientot dia takut Titi Hamil, jadi dia lari dari kampung.

Aku mulai menjilati lagi, memeknya yang semakin merah dalamnya, dan aku menggigit kecil kelentitnya.

” Aduh..pak….kok..jadi enak lagi yah..”

” Titi rasanya mau enak lagi nih pak”

Setelah puas kujilati semua lubang dalam memeknya, aku pun berputar dan mulai menindih tubuhnya. Pelan kugesek kepala kontolku ke bibir memeknya.

” Auiuuuu,,,,,,pak,,,,,kok,,,enak lagi yah…..aduh pa kkkk”

Pelan kucoba memasukkan adekku kedalam memeknya , sulit sekali sebab lubangnya masih kecil sekali.

” Auu pak…pelan..pak…sakit….****** bapak gede banget…”

” emang ****** pacarmu kecil Ti”

” Kecil pak, punya bapak gede banget apalagi kepalanya segede tinju Titi”

” Bisa-bisa sobek memek Titi pak….”

Pelan kudorong adekku memasuki memeknya, terasa pedih karena sempit

” Auuuu pak,,,sakit pakk,,,,,pelan pelan pak”

Pelan-pelan kepala kontolku berhasil masuk sebatas kepalanya.

Dia sudah menjerit-jerit kesakitan dan keenakan.

” Aduh pakkk….sakir,,,,enak….sakit…pak tapi enak:”

“Gimana mau diterusin ngak Ti, katanya sakit”

” Terus pak biarin , mau jebol juga ngak apa yang penting enak”

katanya sambil memelukku dengan erat.

Dengan tiba-tiba kudorong semua kontolku kedalam memeknya.


” Auuuuuuuuuuuu. poakkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk” 

Kudiamkan kontolku masuk kedalam memeknya terasa mentok sampai rahimnya

Titi juga terdiam, matanya melotot, sambil menggigit bibir bawahnya,

Aku senang sekali melihat gadis yang melotot ketika kontolku mentok masuk kememeknya.

” Pakkkkkkk…..sakit,,,,tapi enak banget pak, ****** bapak gede banget, sampe penuh memek Titi.

pelan mulai kugenjot keluar masuk memeknya,

” Auusss…sekarang enak banget pakkkkk..au….pakkkk”

Matanya tetap melotot setiap kali kepala kontolku masuk mentok ke memeknya

” Au…..Auu…..Au….” setiap kali kugenjot memeknya Titi terus mengoce dan teriak Aku senang sekali dengan cewe yang berisik ketika di entot.

Lalu kuputar kaki satunya sehingga keatas, lalu dengan posisi miring kutusuk lagi memeknya.

” Aduh……….pakkk…….auuuu”

Titi lebih menjerit dan melotot lagi, karena kontolku makin masuk kedalam mentok.

” Pak ….k Titi udah ngak tahan mau keluar”

” Sebentar Ti, Bapak juga……….aaaaaa”

Kupercepat genjotanku dengan cepat sekali

” Au–…au…auu……au…………………… pakkkkkkkkkkkk”

Titi mengejang dan terasa memeknya memijit dengan keras kontolku, seakan kontolku diperas. lalu akupun merasa sudah mau keluar, dengan hentakan terakhir kutekan keras memeknya sambil menyemburkan maniku kememeknya.

” Auuuuuuuuuuuutiiiiiiiiiiii. bapak keluarrrrrrrrrrrrrrr”

” Titi juga pakkkkkkkkkkkkkAZZZZZZZZZZzzzzzzzzzzzzz”

Lalu saya pun terjatuh diatas badanya.lemas, tapi enak banget,

Memang memek hitam dan merah dalamya enak banget,legit dan empot ayam lagi…

Saturday, May 30, 2020

Ngentot Dengan Dua ABG Cantik Di Malam Hari


KASIR4D - Perkenalkan pembaca nama saya Johan. Umur 24 tahun dan sekarang lagi kuliah di sebuah PTS di Surabaya. Aku termasuk cowok yang populer di kampus (sekeren namaku). Tapi aku punya kelemahan, saat ini aku udah nggak perjaka lagi (emang sekarang udah nggak jamannya keperjakaan diutamakan). Nah, hilangnya perjakaku ini yang pengin aku ceritakan.

Aku punya banyak cewek. Diantaranya banyak cewek itu yang paling aku sukai adalah Angel. Tapi dalam kisah ini bukan Angel tokoh utamanya. sebab hilangnya perjakaku nggak ada sangkut pautnya sama Angel. Malah waktu itu aku aku lagi marahan sama doski. 

Waktu itu aku nganggap Angel nggak bener-bener sayang sama aku. Aku lagi jutek banget sama dia. Habisnya udah lima bulan pacaran, masak Angel hanya ngasih sun pipi doang. Ceritanya pas aku ngapel ke tempat kostnya, aku ngajakin dia ML. Habis aku pengin banget sih. (keseringan mantengin VCD parto kali yee…). Tapi si Angel menolak mentah-mentah. Malahan aku diceramahin, busyet dah!

Makanya malam minggu itu aku nggak ngapel (ceritanya ngambek). Aku cuman duduk-duduk sambil gitaran di teras kamar kostku. Semua teman kostku pada ngapel atau entah nglayap kemana. Rumah induk yang kebetulan bersebelahan dengan rumah kost agak sepi. Sebab sejak tadi sore ibu kost dan bapak pergi ke kondangan. Putri tertua mereka, Marni sudah dijemput pacarnya sejam yang lalu.

Sedang Maidy, adiknya Marni entah nglayap kemana. Yang ada tinggal Devita, si bungsu dan Rinda, sepupunya yang kebetulan lagi berkunjung ke rumah oomnya. Terdengar irama lagu India dari dalam rumah induk, pasti mereka lagi asyik menonton Gala Bollywood.

Nggak tahu, entah karena suaraku merdu atau mungkin karena suaraku fals plus berisik, Devita datang menghampiriku.

“Lagi nggak ngapel nih, Mas Johan?” sapanya ramah (perlu diketahui kalau Devita memang orangnya ramah banget)

“Ngapel sama siapa, Devita?” jawabku sambil terus memainkan Sialannya Cokelat.

“Ah… Mas Johan ini pura-pura lupa sama pacarnya.”

Gadis itu duduk di sampingku (ketika dia duduk sebagian paha mulusnya terlihat sebab Devita cuman pakai kulot sebatas lutut). Aku cuman tersenyum kecut.

“Udah putus aku sama dia.” jawabku kemudian.

Nggak tahu deh, tapi aku menangkap ada yang aneh dari gelagat Devita. Gadis 14 tahun itu nampaknya senang mendengar aku putus. Tapi dia berusaha menutup-nutupinya.

“Yah, kacian deh… habis putus sama pacar ya?” godanya. “Kayaknya bete banget lagunya.”

Aku menghentikan petikan gitarku. Togel Online

“Yah, gimana ya… kayaknya aku lebih suka sama Devita deh ketimbang sama dia.”

Nah lo! Kentara benar perubahan wajahnya. Gadis berkulit langsep agak gelap itu merah mukanya. aku segera berpikir, apa bener ya gosip yang beredar di tempat kost ini kalo si Devita ada mau sama aku.

“Devita, kok diam aja? Malu yah…”

Devita melirik ke arahku dengan manja. Tiba-tiba saja batinku ngrasani, gadis yang duduk di sampingku ini manis juga yah. Masih duduk di kelas dua smp tapi kok perawakannya udah kayak anak sma aja. Tinggi langsing semampai, bodinya bibit-bibit peragawati, payudaranya… waduh kok besar juga ya. Tiba-tiba saja jantungku berdebar memandangi tubuh Devita yang cuman pakai kaos ketat tanpa lengan itu. Belahan dadanya sedikit tampak diantara kancing-kancing manisnya. Ih, ereksiku naik waktu melirik pahanya yang makin kelihatan. Kulit paha itu ditumbuhi bulu-bulu halus tapi cukup lebat seukuran cewek.

“Mas, dari pada nganggur gimana kalo Mas Johan bantu aku ngerjain peer bahasa inggris?”

“Yah Devita, malam minggu kok ngerjain peer? Mendingan pacaran sama Mas Johan, iya nggak?” pancingku.

“Ah, Mas Johan ini bisa aja godain Devita..”

Devita mencubit pahaku sekilas. Siir.. Wuih, kok rasanya begini. Gimana nih, aku kok kayak-kayak nafsu sama ini bocah. Waduh, penisku kok bangun yah?

“Mau nggak Mas, tolongin Devita?”

“Ada upahnya nggak?”

“Iiih, dimintai tolong kok minta upah sih…”

Cubitan kecil Devita kembali memburu di pahaku. Siiiir… kok malah tambah merinding begini ya?

“Kalau diupah sun sih Mas Johan mau loh.” pancingku sekali lagi.

“Aah… Mas Johan nakal deh…”

Sekali lagi Devita mencubit pahaku. Kali ini aku menahan tangan Devita biar tetap di pahaku. Busyet, gadis itu nggak nolak loh. Dia cuman diam sambil menahan malu.

“Ya udah, Devita ambil bukunya trus ngerjain peernya di kamar Mas Johan aja. Nanti tak bantu ngerjain peer, tak kasih bonus pelajaran pacaran mau?”

Gadis itu cuman senyum saja kemudian masuk rumah induk. Asyik… pasti deh dia mau. Benar saja, nggak sampai dua menit aku sudah bisa menggiringnya ke kamar kostku.

Kami terpaksa duduk di ranjang yang cuman satu-satunya di kamar itu. Pintu sudah aku tutup, tapi nggak aku kunci. Aku sengaja nggak segera membantunya ngerjain peer, aku ajak aja dia ngobrol. 

“Sudah bilang sama Rinda kalo kamu kemari?”

“Iya sudah, aku bilang ke tempat Mas Johan.”

“Trus si Rinda gimana? Nggak marah?”

“Ya enggak, ngapain marah.”

“Sendirian dong dia?”

“Mas Johan kok nanyain Rinda mulu sih? Sukanya sama Rinda ya?” ujar Devita merajuk.

“Yee… Devita marah. Cemburu ya?”

Devita merengut, tapi sebentar sudah tidak lagi. Dibuka-bukanya buku yang dia bawa dari rumah induk.

“Devita udah punya pacar belum?”tanyaku memancing.

“Belum tuh.”

“Pacaran juga belum pernah?”

“Katanya Mas Johan mau ngajarin Devita pacaran.” balas Devita.

“Devita bener mau?” Gayung nih, pikirku.

“Pacaran itu dasarnya harus ada suka.” lanjutku ketika kulihar Devita tertunduk malu. “Devita suka sama mas Johan?”

Devita memandangku penuh arti. Matanya seakan ingin bersorak mengiyakan pertanyaanku. tapi aku butuh jawaban yang bisa didengar. Aku duduk merapat pada Devita.

“Devita suka sama Mas Johan?” ulangku.

“Iya.” gumamnya lirih.

Bener!! Dia suka sama aku. Kalau gitu aku boleh…

“Mas Johan mau ngesun Devita, Devita nurut aja yah…” bisikku ke telinga Devita

Tanganku mengusap rambutnya dan wajah kami makin dekat. Devita menutup matanya lalu membasahi bibirnya (aku bener-bener bersorak sorai). Kemudian bibirku menyentuh bibirnya yang seksi itu, lembut banget. Kulumat bibir bawahnya perlahan tapi penuh dengan hasrat, nafasnya mulai berat. Lumatanku semakin cepat sambil sekali-sekali kugigit bibirnya.

Mmm..muah… kuhisap bibir ranum itu.

“Engh.. emmh..” Devita mulai melenguh.

Nafasnya mulai tak beraturan. Matanya terpejam rapat seakan diantara hitam terbayang lidah-lidah kami yang saling bertarung, dan saling menggigit. Tanganku tanpa harus diperintah sudah menyusup masuk ke balik kaos ketatnya. Kuperas-peras payudara Devita penuh perasaan. ereksiku semakin menyala ketika gundukan hangat itu terasa kenyal di ujung jari-jariku.

Bibirku merayap menyapu leher jenjang Devita. Aku cumbui leher wangi itu. Kupagut sambil kusedot perlahan sambil kutahan beberapa saat. Gigitan kecilku merajang-rajang birahi Devita.

“Engh.. Masss… jangan… aku uuuh…”

Ketika kulepaskan maka nampaklah bekasnya memerah menghias di leher Devita.

“Devita… kaosnya dilepas ya sayang…”


Gadis itu hanya menggangguk. Matanya masih terpejam rapat tapi bibirnya menyunggingkan senyum. Nafasnya memburu. Sambil menahan birahi, kubuka keempat kancing kaos Devita satu  dengan tangan kananku. Sedang tangan kiriku masih terus meremas payudara Devita bergantian dari balik kaos. Tak tega rasanya membiarkan Devita kehilangan kenikmatannya. Jemari Devita menggelitik di dada dan perutku, membuka paksa hem lusuh yang aku kenakan. Aku menggeliat-geliat menahan amukan asmara yang Devita ciptakan.

Kaos pink Devita terjatuh di ranjang. Mataku melebar memandangi dua gundukan manis tertutup kain pink tipis. Kupeluk tubuh Devita dan kembali kuciumi leher jenjang gadis manis itu, aroma wangi dan keringatnya berbaur membuatku semakin bergairah untuk membuat hiasan-hiasan merah di lehernya.Perlahan-lahan kutarik pengait BH-nya, hingga sekali tarik saja BH itupun telah gugur ke ranjang. Dua gundukan daging itupun menghangat di ulu hatiku.

Kubaringkan perlahan-lahan tubuh semampai itu di ranjang. Wow… payudara Devita (yang kira-kira ukuran 34) membengkak. Ujungnya yang merah kecoklatan menggairahkan banget. Beberapa kali aku menelan ludah memandangi payudara Devita. Ketika merasakan tak ada yang kuperbuat, Devita memicingkan mata.

“Ta… adekmu udah gede banget Ta…”

“Udah waktunya dipetik ya mass…”

“Ehem, biar aku yang metik ya Ta…”

Aku berada di atas Devita. Tanganku segera bekerja menciptakan kenikmatan demi kenikmatan di dada Devita.

Putar… putar.. kuusap memutar pentel bengkak itu.

“Auh…Mass.. Aku nggak tahan Mass… kayak kebelet pipis mas..” rintih Devita.

Tak aku hiraukan rintihan itu. Aku segera menyomot payudara Devita dengan mulutku.

“Mmmm… suuup… mmm…” kukenyot-kenyot lalu aku sedot putingnya.

“Mass… sakiit…” rintih Devita sambil memegangi vaginanya.

Sekali lagi tak aku hiraukan rintihan itu. Bagiku menggilir payudara Devita sangat menyenangkan. Justru rintihan-rintihan itu menambah rasa nikmat yang tercipta.

Tapi lama kelamaan aku tak tega juga membuat Devita menahan kencing. Jadi aku lorot saja celananya. Dan ternyata CD pink yang dikenakan Devita telah basah.

“Devita kencing di celana ya Mass?”

“Bukan sayang, ini bukan kencing. Cuman lendir vaginamu yang cantik ini.”

Devita tertawa mengikik ketika telapak tanganku kugosok-gogokkan di permukaan vaginanya yang telah basah. Karena geli selakangnya membuka lebar. Vaginanya ditumbuhi bulu lebat yang terawat. Lubang kawin itu mengkilap oleh lendir-lendir kenikmatan Devita. Merah merona, vagina yang masih perawan.

Tak tahan aku melihat ayunya lubang kawin itu. Segera aku keluarkan penisku dari sangkarnya. Kemudian aku jejalkan ke pangkal selakangan yang membuka itu.

“Tahan ya sayang…engh..”

“Aduh… sakiiit mass…”

“Egh… rileks aja….”

“Mas… aah!!!” Devita menjambak rambutku dengan liar.

Slup… batang penisku yang perkasa menembus goa perawan Devita yang masih sempit. Untung saja vagina itu berair jadi nggak terlalu sulit memasukkannya. Perlahan-lahan, dua centi lima centi masih sempit sekali.

“Aduuuh Masss… sakiiit…” rintih Devita.

Aku hentakkan batang penisku sekuat tenaga.

“Jruub…”

Langsung amblas seketika sampai ujungnya menyentuh dinding rahim Devita. Batang penisku berdenyut-denyut sedikit sakit bagai digencet dua tembok tebal. Ujungnya tersentuh sesuatu cairan yang hangat. Aku tarik kembali penisku. Lalu masukkan lagi, keluar lagi begitu berkali-kali. Rasa sakitnya berangsur-angsur hilang.

Aku tuntun penisku bergoyang-goyang.

“Sakit sayang…” kataku.

“Enakkk…eungh…” Devita menyukainya.

Ia pun ikut mengggoyang-goyangkan pantatnya. Makin lama makin keras sampai-sampai ranjang itu berdecit-decit. Sampai-sampai tubuh Devita berayun-ayun. Sampai-sampai kedua gunung kembar Devita melonjak-lonjak. Segera aku tangkap kedua gunung itu dengan tanganku.

“Enggh.. ahhh..” desis Devita ketika tanganku mulai meremas-remasnya.

“Mass aku mau pipis…”

“Pipis aja Ta… nggak papa kok.”

“Aaach…!!!”

“Hegh…engh…”

“Suuur… crot.. crot.. ”

Lendir kawin Devita keluar, spermaku juga ikut-ikutan muncrat. Kami telah sama-sama mencapai orgasme.

“Ah…” lega. Kutarik kembali penisku nan perkasa. Darah perawan Devita menempel di ujungnya berbaur dengan maniku dan cairan kawinnya. Kupeluk dan kuciumi gadis yang baru memberiku kepuasan itu. Gitapun terlelap kecapaian.

Kreek… Pintu kamarku dibuka. Aku segera menengok ke arah pintu dengan blingsatan. Rinda terpaku di depan pintu memandangi tubuh Devita yang tergeletak bugil di ranjang kemudian ganti memandangi penisku yang sudah mulai melemas. Tapi aku juga ikut terpaku kala melihat Rinda yang sudah bugil abis. Aku tidak tahu tahu kalau sejak Devita masuk tadi Rinda mengintip di depan kamar.

“Rinda? Ng… anu..” antara takut dan nafsu aku pandangi Rinda.

Gadis ini lebih tua dua tahun diatas Devita. Pantas saja kalau dia lebih matang dari Devita. Walau wajahnya tak bisa menandingi keayuan Devita, tapi tubuhnya tak kalah menarik dibanding Devita, apalagi dalam keadaan full naked kayak gitu.

“Aku nggak akan bilang ke oom dan tante asal…”

“Asal apaan?”

Mata Rinda sayu memandang ke arah Devita dan penisku bergantian. Lalu dia membelai-belai payudara dan vaginanya sendiri. Tangan kirinya bermain-main di belahan vaginanya yang telah basah. Rinda sengaja memancing birahiku. Melihat adegan itu, gairahku bangkit kembali, penisku ereksi lagi. Tapi aku masih ingin Rinda membarakan gairahku lebih jauh.

Rinda duduk di atas meja belajarku. Posisi kakinya mekangkang sehingga vaginanya membuka merekah merah. Tangannya masih terus meremas-remas susunya sendiri. Mengangkatnya tinggi seakan menawarkan segumpal daging itu kepadaku.

“Mas Johan.. sini.. ay…”

Aku tak peduli dia mengikik bagai perek. Aku berdiri di depan gadis itu.

“Ayo.. mas mainin aku lebih hot lagi..” pintanya penuh hasrat.

Aku gantiin Rinda meremas-remas payudaranya yang ukuran 36 itu. Puting diujungnya sudah bengkak dan keras, tanda Rinda sudah nafsu banget.

“Eahh.. mmhh…” rintihannya sexy sekali membuatku semakin memperkencang remasanku.

“Eahhh.. mas.. sakit.. enak….”

Rinda memainkan jarinya di penisku. Mempermainkan buah jakarku membuatku melenguh keasyikan. “Ers… tanganmu nakal banget…”

Gadis itu cuman tertawa mengikik tapi terus mempermainkan senjataku itu. Karena gemas aku caplok susu-susu Rinda bergantian. Kukenyot sambil aku tiup-tiup.

“Auh…”

Rinda menekan batang penisku.

“Ers… sakit sayang” keluhku diantara payudara Rinda.

“Habis dingin kan mas…” balasnya.

Setelah puas aku pandangi wajah Rinda.

“Rinda, mau jurus baru Mas Johan?”

Gadis itu mengangguk penuh semangat.

“Kalau gitu Rinda tiduran di lantai gih!”

Rinda menurut saja ketika aku baringkan di lantai. Ketika aku hendak berbalik, Rinda mencekal lenganku. Gadis yang sudah gugur rasa malunya itu segera merengkuhku untuk melumat bibirnya. Serangan lidahnya menggila di ronga mulutku sehingga aku harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk mengimbanginya. Tanganku dituntunnya mengusap-usap lubang kelaminnya. Tentu saja aku langsung tanggap. Jari-jariku bermain diantara belantara hitam nan lebat diatas bukit berkawah itu. “Mmmm… enghh…”

Kami saling melenguh merasakan sejuta nikmat yang tercipta.

Aku ikut-ikutan merebah di lantai. Aku arahkan Rinda untuk mengambil posisi 69, tapi kali ini aku yang berada di bawah. Setelah siap, tanpa harus diperintah Rinda segera membenamkan penisku ke dalam mulutnya (aku jadi berpikiran kalau bocah ini sudah berpengalaman).

Rinda bersemangat sekali melumat penisku yang sejak tadi berdenyut-denyut nikmat. Demikian juga aku, begitu nikmatnya menjilati lendir-lendir di setiap jengkal vagina Rinda, sedang jariku bermain-main di kedua payudaranya. Srup srup, demikian bunyinya ketika kusedot lendir itu dari lubang vagina Rinda. Ukuran vagina Rinda sedikit lebih besar dibanding milik Devita, bulu-bulunya juga lebih lebat milik Rinda. Dan klitorisnya… mmm… mungil merah kenyal dan mengasyikkan. Jadi jangan ngiri kalo aku bener-bener melumatnya dengan lahap.

“Ngngehhh…uuuhh..” lenguh Rinda sambil terus melumat senjataku.

Sedang lendir kawinnya keluar terus.

“Ouwgh… isep sayang, iseppp…” kataku ketika aku merasa mau keluar.

Rinda menghisap kuat-kuat penisku dan crooott… cairan putih kental sudah penuh di lubang mulut Rinda. Rinda berhenti melumat penisku, kemudian dia terlentang dilantai (tidak lagi menunggangiku). Aku heran dan memandangnya.

“Aha…” ternyata dia menikmati rasa spermaku yang juga belepotan di wajahnya, dasar bocah gemblung.

Beberapa saat kemudian dia kembali menyerang penisku. Mendapat serangan seperti itu, aku malah ganti menyerangnya. Aku tumbruk dia, kulumat bibirnya dengan buas. Tapi tak lama Rinda berbisik, “Mas.. aku udah nggak tahan…”

Sambil berbisik Rinda memegangi penisku dengan maksud menusukannya ke dalam vaginanya.

Aku minta Rinda menungging, dan aku siap menusukkan penisku yang perkasa. penisku itu makin tegang ketika menyentuh bibir vagina. Kutusuk masuk senjataku melewati liang sempit itu.

“Sakit Mas…”

Sulitnya masuk liang kawin Rinda, untung saja dindingnya sudah basah sejak tadi jadi aku tak terlalu ngoyo.

“Nggeh… dikit lagi Ers…”

“Eeehhh… waaa!!”

“Jlub…” 15 centi batang penisku amblas sudah dikenyot liang kawin Rinda. Aku diamkan sebentar lalu aku kocok-kocok seirama desah nafas.

“Eeehh… terus mass… uhh…”

Gadis itu menggeliat-geliat nikmat. Darah merembes di selakangnya. Entah sadar atau tidak tangan Rinda meremas-remas payudaranya sendiri.

Lima belas menit penisku bermain petak umpet di vagina Rinda. Rupaya gadis itu enggan melepaskan penisku. Berulang-ulang kali spermaku muncrat di liang rahimnya. Merulang-ulang kali Rinda menjerit menandakan bahwa ia berada dipucuk-pucuk kepuasan tertinggi. Hingga akhirnya Rinda kelelahan dan memilih tidur terlentang di samping Devita.

Capek sekali rasanya menggarap dua daun muda ini. Aku tak tahu apa mereka menyesal dengan kejadian malam ini. Yang pasti aku tak menyesal perjakaku hilang di vagina-vagina mereka. Habisnya puas banget. Setidaknya aku bisa mengobati kekecewaanku kepada Angel.

Malam makin sepi. Sebelum yang lain pada pulang, aku segera memindahkan tubuh Devita ke kamarnya lengkap dengan pakaiannya. Begitu juga dengan Rinda. Dan malam ini aku sibuk bergaya berpura-pura tak tahu-menahu dengan kejadian barusan. Lagipula tak ada bukti, bekas cipokan di leher Devita sudah memudar. 

Tuesday, May 26, 2020

Ngentot Dengan Adik Tiri Yang Gendut


KASIR4D – Ceritaku ini dimulai, waktu aku SMA kelas 3, waktu itu aku baru sebulan tinggal sama ayah tiriku. Ibu menikah dengan orang ini karena karena tidak tahan hidup menjanda lama-lama. Yang aku tidak sangka-sangka ternyata ayah tiriku punya 2 anak cewek yang keren dan seksi habis, yang satu sekolahnya sama denganku, namanya Susi dan yang satunya lagi sudah kuliah, namanya Tari. Si Susi cocok sekali kalau dijadikan bintang iklan obat pembentuk tubuh, nah kalau si Tari paling cocok untuk iklan BH sama suplemen payudara.

Sejak pertama aku tinggal, aku selalu berangan-angan bahwa dapat memiliki mereka, tapi angan-angan itu selalu buyar oleh berbagai hal. Dan siang ini kebetulan tidak ada orang di rumah selain aku dengan Susi, ini juga aku sedang kecapaian karena baru pulang sekolah. “Sus! entar kalau ada perlu sama aku, aku ada di kamar,” teriakku dari kamar. Aku mulai menyalakan komputerku dan karena aku sedang suntuk, aku mulai dech surfing ke situs-situs porno kesayanganku, tapi enggak lama kemudian Susi masuk ke kamar sambil bawa buku, kelihatannya dia mau tanya pelajaran. “Rub, kemaren kamu udah nyatet Biologi belom, aku pinjem dong!” katanya dengan suara manja. Tanpa memperdulikan komputerku yang sedang memutar film BF via internet, aku mengambilkan dia buku di rak bukuku yang jaraknya lumayan jauh dengan komputerku. Togel Online

“Sus..! nich bukunya, kemarenan aku udah nyatet,” kataku. Susi tidak memperhatikanku tapi malah memperhatikan film BF yang sedang di komputerku. “Sus.. kamu bengong aja!” kataku pura-pura tidak tahu. “Eh.. iya, Rub kamu nyetel apa tuh! aku bilangin bonyok loh!” kata Susi. “Eeh.. kamu barusan kan juga liat, aku tau kamu suka juga kan,” balas aku. “Mending kita nonton sama-sama, tenang aja aku tutup mulut kok,” ajakku berusaha mencari peluang. “Bener nich, kamu kagak bilang?” katanya ragu. “Suwer dech!” kataku sambil mengambilkan dia kursi.

Susi mulai serius menonton tiap adegan, sedangkan aku serius untuk terus menatap tubuhnya. “Sus, sebelum ini kamu pernah nonton bokep kagak?” tanyaku. “Pernah, noh aku punya VCD-nya,” jawabnya. Wah gila juga nich cewek, diam-diam nakal juga. “Kalau ML?” tanyaku lagi. “Belom,” katanya, “Tapi.. kalo sendiri sich sering.” Wah makin berani saja aku, yang ada dalam pikiranku sekarang cuma ML sama dia. Bagaimana caranya si “Ruben Junior” bisa puas, tidak peduli saudara tiri, yang penting nafsuku hilang. Melihat dadanya yang naik-turun karena terangsang, aku jadi semakin terangsang, dan batang kemaluanku pun makin tambah tegang. “Sus, kamu terangsang yach, ampe napsu gitu nontonnya,” tanyaku memancing. “Iya nic Rub, bentar yach aku ke kamar mandi dulu,” katanya. “Eh.. ngapain ke kamar mandi, nih liat!” kataku menunjuk ke arah celanaku. “Kasihanilah si Ruben kecil,” kataku. “Pikiran kamu jangan yang tidak-tidak dech,” katanya sambil meninggalkan kamarku. “Tenang aja, rumah kan lagi sepi, aku tutup mulut dech,” kataku memancing.

Dan ternyata tidak ia gubris, bahkan terus berjalan ke kamar mandi sambil tangan kanannya meremas-remas buah dadanya dan tangan kirinya menggosok-gosok kemaluannya, dan hal inilah yang membuatku tidak menyerah. Kukejar terus dia, dan sesaat sebelum masuk kamar mandi, kutarik tangannya, kupegang kepalanya lalu kemudian langsung kucium bibirnya. Sesaat ia menolak tapi kemudian ia pasrah, bahkan menikmati setiap permainan lidahku. “Kau akan aku berikan pengalaman yang paling memuaskan,” kataku, kemudian kembali melanjutkan menciumnya.

Tangannya membuka baju sekolah yang masih kami kenakan dan juga ia membuka BH-nya dan meletakkan tanganku di atas dadanya, kekenyalan dadanya sangat berbeda dengan gadis lain yang pernah kusentuh. Perlahan ia membuka roknya, celanaku dan celana dalamnya. “Kita ke dalam kamar yuk!” ajaknya setelah kami berdua sama-sama bugil, “Terserah kaulah,” kataku, “Yang penting kau akan kupuaskan.” Tak kusangka ia berani menarik penisku sambil berciuman, dan perlahan-lahan kami berjalan menuju kamarnya. “Rub, kamu tiduran dech, kita pake ’69′ mau tidak?” katanya sambil mendorongku ke kasurnya. Ia mulai menindihku, didekatkan vaginanya ke mukaku sementara penisku diemutnya, aku mulai mencium-cium vaginanya yang sudah basah itu, dan aroma kewanitaannya membuatku semakin bersemangat untuk langsung memainkan klitorisnya.

Tak lama setelah kumasukkan lidahku, kutemukan klitorisnya lalu aku menghisap, menjilat dan kadang kumainkan dengan lidahku, sementara tanganku bermain di dadanya. Tak lama kemudian ia melepaskan emutannya. “Jangan hentikan Rub.. Ach.. percepat Rub, aku mau keluar nich! ach.. ach.. aachh.. Rub.. aku ke.. luar,” katanya berbarengan dengan menyemprotnya cairan kental dari vaginanya. Dankemudian dia lemas dan tiduran di sebelahku.

“Sus, sekali lagi yah, aku belum keluar nich,” pintaku. “Bentar dulu yach, aku lagi capek nich,” jelasnya. Aku tidak peduli kata-katanya, kemudian aku mulai mendekati vaginanya. “Sus, aku masukkin sekarang yach,” kataku sambil memasukkan penisku perlahan-lahan. Kelihatannya Susi sedang tidak sadarkan diri, dia hanya terpejam coba untuk beristirahat. Vagina Susi masih sempit sekali, penisku dibuat cuma diam mematung di pintunya. Perlahan kubuka dengan tangan dan terus kucoba untuk memasukkannya, dan akhirnya berhasil penisku masuk setengahnya, kira-kira 7 cm.

“Jangan Rub.. entar aku hamil!” katanya tanpa berontak. “Kamu udah mens belom?” tanyaku. “Udah, baru kemaren, emang kenapa?” katanya. Sambil aku masukkan penisku yang setengah, aku jawab pertanyaannya, “Kalau gitu kamu kagak bakal hamil.” “Ach.. ach.. ahh..! sakit Rub, a.. ach.. ahh, pelan-pelan, aa.. aach.. aachh..!” katanya berteriak nikmat. “Tenang aja cuma sebentar kok, Sus mending doggy style dech!” kataku tanpa melepaskan penis dan berusaha memutar tubuhnya. Ia menuruti kata-kataku, lalu mulai kukeluar-masukkan penisku dalam vaginanya dan kurasa ia pun mulai terangsang kembali, karena sekarang ia merespon gerakan keluar-masukku dengan menaik-turunkan pinggulnya.


“Ach.. a.. aa ach..” teriaknya. “Sakit lagi Rub.. a.. aa.. ach..” “Tahan aja, cuma sebentar kok,” kataku sambil terus bergoyang dan meremas-remas buah dadanya.

“Rub,. ach pengen.. ach.. a.. keluar lagi Rub..” katanya. “Tunggu sebentar yach, aku juga pengen nich,” balasku. “Cepetan Rub, enggak tahan nich,” katanya semakin menegang. “A.. ach.. aachh..! yach kan keluar.” “Aku juga Say..” kataku semakin kencang menggenjot dan akhirnya setidaknya enam tembakan spermaku di dalam vaginanya.

Kucabut penisku dan aku melihat seprei, apakah ada darahnya atau tidak? tapi tenyata tidak. “Sus kamu enggak perawan yach,” tanyaku. “Iya Rub, dulu waktu lagi masturbasi nyodoknya kedaleman jadinya pecah dech,” jelasnya. “Rub ingat loh, jangan bilang siapa-siapa, ini rahasia kita aja.”Oh tenang aja aku bisa dipercaya kok, asal lain kali kamu mau lagi.” “Siapa sih yang bisa nolak ‘Ruben Junior’,” katanya mesra.

Setelah saat itu setidaknya seminggu sekali aku selalu melakukan ML dengan Susi, terkadang aku yang memang sedang ingin atau terkadang juga Susi yang sering ketagihan, yang asyik sampai saat ini kami selalu bermain di rumah tanpa ada seorang pun yang tahu, kadang tengah malam aku ke kamar Susi atau sebaliknya, kadang juga saat siang pulang sekolah kalau tidak ada orang di rumah.

Kali ini kelihatannya Susi lagi ingin, sejak di sekolah ia terus menggodaku, bahkan ia sempat membisikkan kemauannya untuk ML siang ini di rumah, tapi malangnya siang ini ayah dan ibu sedang ada di rumah sehingga kami tak jadi melakukan ini. Aku menjanjikan nanti malam akan main ke kamarnya, dan ia mengiyakan saja, katanya asal bisa ML denganku hari ini ia menurut saja kemauanku.

Ternyata sampai malan ayahku belum tidur juga, kelihatannya sedang asyik menonton pertandingan bola di TV, dan aku pun tidur-tiduran sambil menunggu ayahku tertidur, tapi malang malah aku yang tertidur duluan. Dalam mimpiku, aku sedang dikelitiki sesuatu dan berusaha aku tahan, tapi kemudian sesuatu menindihku hingga aku sesak napas dan kemudian terbangun.

“Susi! apa Ayah sudah tidur?” tanyaku melihat ternyata Susi yang menindihiku dengan keadaan telanjang. “kamu mulai nakal Rub, dari tadi aku tunggu kamu, kamu tidak datang-datang juga. kamu tau, sekarang sudah jam dua, dan ayah telah tidur sejak jam satu tadi,” katanya mesra sambil memegang penisku karena ternyata celana pendekku dan CD-ku telah dibukanya. “Yang nakal tuh kamu, Bukannya permisi atau bangunin aku kek,” kataku. “kamu tidak sadar yach, kamu kan udah bangun, tuh liat udah siap kok,” katanya sambil memperlihatkan penisku. “Aku emut yach.” Emutanya kali ini terasa berbeda, terasa begitu menghisap dan kelaparan. “Sus jangan cepet-cepet dong, kasian ‘Ruben Junior’ dong!” “Aku udah kepengen berat Rub!” katanya lagi. “Mending seperti biasa, kita pake posisi ’69′ dan kita sama-sama enak,” kataku sembil berputar tanpa melepaskan emutannya kemudian sambil terus diemut.

Aku mulai menjilat-jilat vaginanya yang telah basah sambil tanganku memencet-mencet payudaranya yang semakin keras, terus kuhisap vaginanya dan mulai kumasukkan lidahku untuk mencari-cari klitorisnya. “Aach.. achh..” desahnya ketika kutemukan klitorisnya. “Rub! kamu pinter banget nemuin itilku, a.. achh.. ahh..” “kamu juga makin pinter ngulum ‘Ruben’ kecil,” kataku lagi. “Rub, kali ini kita tidak usah banyak-banyak yach, aa.. achh..” katanya sambil mendesah. “Cukup sekali aja nembaknya, taapi.. sa.. ma.. ss.. sa.. ma.. maa ac.. ach..” katanya sambil menikmati jilatanku. “Tapi Rub aku.. ma.. u.. keluar nich! Ach.. a.. aahh..” katanya sambil menegang kemudian mengeluarkan cairan dari vaginanya.

“Kayaknya kamu harus dua kali dech!” kataku sambil merubah posisi. “Ya udah dech, tapi sekarang kamu masukin yach,” katanya lagi. “Bersiaplah akan aku masukkan ini sekarang,” kataku sambil mengarahkan penisku ke vaginanya. “Siap-siap yach!” “Ayo dech,” katanya. “Ach.. a.. ahh..” desahnya ketika kumasukkan penisku. “Pelan-pelan dong!” “Inikan udah pelan Sus,” kataku sambil mulai bergoyang. “Sus, kamu udah terangsang lagi belon?” tanyaku. “Bentar lagi Rub,” katanya mulai menggoyangkan pantatnya untuk mengimbangiku, dan kemudian dia menarik kepalaku dan memitaku untuk sambil menciumnya.

“Sambil bercumbu dong Rub!” Tanpa disuruh dua kali aku langsung mncumbunya, dan aku betul-betul menikmati permainan lidahnya yang semakin mahir. “Sus kamu udah punya pacar belom?” tanyaku.”Aku udah tapi baru abis putus,” katanya sambil mendesah. “Rub pacar aku itu enggak tau loh soal benginian, cuma kamu loh yang beginian sama aku.” “Ach yang bener?” tanyaku lagi sambil mempercepat goyangan. “Ach.. be.. ner.. kok Rub, a.. aa.. ach.. achh,” katanya terputus-putus. “Tahan aja, atau kamu mau udahan?” kataku menggoda. “Jangan udahan dong, aku baru kamu bikin terangsang lagi, kan kagak enak kalau udahan, achh.. aa.. ahh.. aku percepat yach Rub,” katanya.

Kemudian mempercepat gerakan pinggulnya. “Kamu udah ngerti gimana enaknya, bentar lagi kayaknya aku bakal keluar dech,” kataku menyadari bahwa sepermaku sudah mengumpul di ujung. “Achh.. ach.. bentar lagi nih.” “Tahan Rub!” katanya sambil mengeluarkan penisku dari vaginanya dan kemudian menggulumnya sambil tanganya mamainkan klitorisnya. “Aku juga Rub, bantu aku cari klitorisku dong!” katanya menarik tanganku ke vaginanya. Sambil penisku terus dihisapnya kumainkan klitorisnya dengan tanganku dan.. “Achh.. a.. achh.. achh.. ahh..” desahku sambil menembakkan spermaku dalam mulutnya. “Aku juga Rub..” katanya sambil menjepit tanganku dalam vaginanya. “Ach.. ah.. aa.. ach..” desahnya.

“Aku tidur di sini yach, nanti bangunin aku jam lima sebelum ayah bagun,” katanya sambil menutup mata dan kemudian tertidur, di sampingku. Tepat jam lima pagi aku bangun dan membangunkanya, kemudian ia bergegas ke kamar madi dan mempersiapkan diri untuk sekolah, begitu juga dengan aku. Yang aneh siang ini tidak seperti biasanya Susi tidak pulang bersamaku karena ia ada les privat, sedangkan di rumah cuma ada Mbak Tari, dan anehnya siang-siang begini Mbak Tari di rumah memakai kaos ketat dan rok mini seperti sedang menunggu sesuatu.

“Siang Rub! baru pulang? Susi mana?” tanyanya. “Susi lagi les, katanya bakal pulang sore,” kataku, “Loh Mbak sendiri kapan pulang? katanya dari Solo yach?” “Aku pulang tadi malem jam tigaan,” katanya. “Rub, tadi malam kamu teriak sendirian di kamar ada apa?” Wah gawat sepertinya Mbak Tari dengar desahannya Susi tadi malam. “Ach tidak kok, cuma ngigo,” kataku sambil berlalu ke kamar. “Rub!” panggilnya, “Temenin Mbak nonton VCD dong, Mbak males nich nonton sendirian,” katanya dari kamarnya. “Bentar!” kataku sambil berjalan menuju kamarnya, “Ada film apa Mbak?” tanyaku sesampai di kamarnya. “Liat aja, nanti juga tau,” katanya lagi. “Mbak lagi nungguin seseorang yach?” tanyaku. “Mbak, lagi nungguin kamu kok,” katanya datar, “Tuh liat filmnya udah mulai.”

“Loh inikan..?” kataku melihat film BF yang diputarnya dan tanpa meneruskan kata-kataku karena melihat ia mendekatiku. Kemudian ia mulai mencium bibirku. “Mbak tau kok yang semalam,” katanya, “Kamu mau enggak ngelayanin aku, aku lebih pengalaman dech dari Susi.” Wah pucuk di cinta ulam tiba, yang satu pergi datang yang lain. “Mbak, aku kan adik yang berbakti, masak nolak sich,” godaku sambil tangan kananku mulai masuk ke dalam rok mininya menggosok-gosok vaginanya, sedangkan tangan kiriku masuk ke kausnya dan memencet-mencet payudaranya yang super besar. “Kamu pinter dech, tapi sayang kamu nakal, pinter cari kesempatan,” katanya menghentikan ciumannya dan melepaskan tanganku dari dada dan vaginanya. “Mbak mau ngapain, kan lagi asyik?” tanyaku.”Kamu kagak sabaran yach, Mbak buka baju dulu terus kau juga, biar asikkan?” katanya sambil membuka bajunya.

Aku juga tak mau ketinggalan, aku mulai membuka bajuku sampai pada akhirnya kami berdua telanjang bulat. “Tubuh Mbak bagus banget,” kataku memperhatikan tubuhnya dari atas sampai ujung kaki, benar-benar tidak ada cacat, putih mulus dan sekal. Ia langsung mencumbuku dan tangan kanannya memegang penisku, dan mengarahkan ke vaginanya sambil berdiri. “Aku udah enggak tahan Rub,” katanya. Kuhalangi penisku dengan tangan kananku lalu kumainkan vaginanya dengan tangan kiriku. “Nanti dulu ach, beginikan lebih asik.” “Ach.. kamu nakal Rub! pantes si Susi mau,” katanya mesra.

“Rub..! Mbak..! lagi dimana kalian?” terdengar suara Susi memanggil dari luar. “Hari ini guru lesnya tidak masuk jadi aku dipulangin, kalian lagi dimana sich?” tanyanya sekali lagi. “Masuk aja Sus, kita lagi pesta nich,” kata Mbak Tari. “Mbak! Entar kalau Susi tau gimana?” tanyaku. “Rub jangan panggil Mbak, panggil aja Tari,” katanya dan ketika itu aku melihat Susi di pintu kamar sedang membuka baju. “Rir, aku ikut yach!” pinta Susi sambil memainkan vaginanya. “Rub kamu kuat nggak?” tanya Tari. “Tenang aja aku kuat kok, lagian kasian tuch Susi udah terangsang,” kataku. “Sus cepet sinih emut ‘Ruben Junior’,” ajakku.

Tanpa menolak Susi langsung datang mengemut penisku. “Mending kita tiduran, biar aku dapet vaginamu,” kataku pada Tari. “Ayo dech!” katanya kemudian mengambil posisi. Tari meletakkan vaginanya di atas kepalaku, dan kepalanya menghadap vagina Susi yang sedang mengemut penisku. “Sus, aku maenin vaginamu,” katanya. Tanpa menunggu jawaban dari Susi ia langsung bermain di vaginanya.Permainan ini berlangsung lama sampai akhirnya Tari menegangkan pahanya, dan.. “Ach.. a.. aach.. aku keluar..” katanya sambil menyemprotkan cairan di vaginanya.

“Sekarang ganti Susi yach,” kataku. Kemudian aku bangun dan mengarahkan penisku ke vaginanya dan masuk perlahan-lahan. “Ach.. aach..” desah Susi. “Kamu curang, Susi kamu masukin, kok aku tidak?” katanya. “Abis kamu keluar duluan, tapi tenang aja, nanti abis Susi keluar kamu aku masukin, yang penting kamu merangsang dirimu sendiri,” kataku. “Yang cepet dong goyangnya!” keluh Susi. Kupercepat goyanganku, dan dia mengimbanginya juga. “Kak, ach.. entar lagi gant.. a.. ach.. gantian yach, aku.. mau keluar ach.. aa.. a.. ach..!” desahnya, kemudian lemas dan tertidur tak berdaya.

“Ayo Rub tunggu apa lagi!” kata Tari sambil mengangkang mampersilakan penisku untuk mencoblosnya. “Aku udah terangsang lagi.” Tanpa menunggu lama aku langsung mencoblosnya dan mencumbunya. “Gimana enak penisku ini?” tanyaku. “Penis kamu kepanjangan,” katanya, “tapi enak!”. “Kayaknya kau nggak lama lagi dech,” kataku. “Sama, aku juga enggak lama lagi,” katanya, “Kita keluarin sama-sama yach!” terangnya. “Di luar apa di dalem?” tanyaku lagi. “Ach.. a.. aach.. di.. dalem.. aja..” katanya tidak jelas karena sambil mendesah. “Maksudku, ah.. ach.. di dalem aja.. aah.. ach.. bentar lagi..” “Aku.. keluar.. ach.. achh.. ahh..” desahku sambil menembakkan spermaku. “Ach.. aach.. aku.. ach.. juga..” katanya sambil menegang dan aku merasakan cairan membasahi penisku dalam vaginanya.

Akhirnya kami bertiga tertidur di lantai dan kami bangun pada saat bersamaan. “Rub aku mandi dulu yach, udah sore nich.” “Aku juga ach,” kataku. “Rub, Sus, lain kali lagi yach,” pinta Tari. “Itu bisa diatur, asal lagi kosong kayak gini, ya nggak Rub!” kata Susi. “Kapan aja kalian mau aku siap,” kataku. “Kalau gitu kalian jangan mandi dulu, kita main lagi yuk!” kata Tari mulai memegang penisku.

Akhirnya kami main lagi sampai malam dan kebetulan ayah dan ibu telepon dan mengatakan bahwa mereka pulangnya besok pagi, jadi kami lebih bebas bermain, lagi dan lagi. Kemudian hari selanjutya kami sering bermain saat situasi seperti ini, kadang tengah malam hanya dengan Tari atau hanya Susi. Oh bapak tiri, ternyata selain harta banyak, kamu juga punya dua anak yang siap menemaniku kapan saja, ohh nikmatnya hidup ini.

Thursday, May 21, 2020

Ngentot Dengan Dosen Kampus


KASIR4D - Saya dilahirkan di kota Pekanbaru di propinsi sumatera, kota yang panas karena terletak di dataran rendah. Selain tinggi badan seukuran orang-orang bule, kata temanku wajahku lumayan. Mereka bilang Saya hitam manis. Sebagai laki-laki, Saya juga bangga karena waktu SMA dulu Saya banyak memiliki teman-teman perempuan. Walaupun Saya sendiri tidak ada yang tertarik satupun di antara mereka. 

Mengenang saat-saat dulu Saya kadang tersenyum sendiri, karena walau bagaimanapun kenangan adalah sesuatu yang berharga dalam diri kita. Apalagi kenangan manis.Sekarang Saya belajar di salah satu perguruan tinggi swasta di kota S, mengambil jurusan ilmu perhotelan. Saya duduk di tingkat akhir. Sebelum berangkat dulu, orangtua Saya berpesan harus dapat menyelesaikan studi tepat pada waktunya. Maklum, keadaan ekonomi orang tua saya juga biasa-biasa saja, tidak kaya juga tidak miskin. 

Apalagi Saya juga memiliki 3 orang adik yang nantinya juga akan kuliah seperti Saya, sehingga perlu biaya juga. Saya camkan kata-kata orang tua saya. Dalam hati Saya akan berjanji akan memenuhi permintaan mereka, selesai tepat pada waktunya.

Tapi para pembaca, sudah kutulis di atas bahwa segala sesuatu yang terjadi pada Saya tanpa Saya dapat menyadarinya, sampai saat ini pun Saya masih belum dapat menyelesaikan studiku hanya gara-gara satu mata kuliah saja yang belum lulus, yaitu mata kuliah yang berhubugan dengan hitung berhitung. Togel Online

Walaupun sudah kuambil selama empat semester, tapi hasilnya belum lulus juga. Untuk mata kuliah yang lain Saya dapat menyelesaikannya, tapi untuk mata kuliah yang satu ini Saya benar-benar merasa kesulitan.

“Coba saja kamu konsultasi kepada dosen pembimbing akademis..,” kata temanku Alvin ketika kami berdua sedang duduk-duduk dalam kamar kost. “Sudah, Alvin. Tapi beliau juga lepas tangan dengan masalahku ini. Kata beliau ini ditentukan oleh dirimu sendiri.” Kata Saya sambil menghisap rokok dalam-dalam. “Benar juga apa yang dikatakan beliau, Nal, semua ditentukan dari dirimu sendiri.” sahut Alvin sambil termangu, tangannya sibuk memainkan korek api di depannya. Lama kami sibuk tenggelam dalam pikiran kami masing-masing, sampai akhirnya Alvin berkata, “Gini saja, Nal, kamu langsung saja menghadap dosen mata kuliah itu, ceritakan kesulitanmu, mungkin beliau mau membantu.” kata Alvin.

Mendengar perkataan Alvin, seketika Saya langsung teringat dengan dosen mata kuliah yang menyebalkan itu. Namanya Ibu Caroline, umurnya kira-kira 34 tahun. Orangnya lumayan cantik, juga seksi, tapi banyak temanku begitu juga Saya mengatakan Ibu Caroline adalah dosen killer, banyak temanku yang dibuat sebal olehnya. Maklum saja Ibu Caroline belum berkeluarga alias masih sendiri, perempuan yang masih sendiri mudah tersinggung dan sensitif.

“Waduh, Alvin, bagaimana bisa, dia dosen killer di kampus kita..,” Kata Saya bimbang. “Iya sih, tapi walau bagaimanapun kamu harus berterus terang mengenai kesulitanmu, bicaralah baik-baik, masa beliau tidak mau membantu..,” kata Alvin memberi saran. Saya terdiam sejenak, berbagai pertimbangan muncul di kepala Saya. Dikejar-kejar waktu, pesan orang tua, dosen wanita yang killer. Akhirnya Saya berkata, “Baiklah Alvin, akan kucoba, besok Saya akan menghadap beliau di kampus.” “Nah begitu dong, segala sesuatu harus dicoba dulu,” sahut Alvin sambil menepuk-nepuk pundakku.

Siang itu Saya sudah duduk di kantin kampus dengan segelas es teh di depanku dan sebatang rokok yang menyala di tanganku. Sebelum bertemu Ibu Caroline Saya sengaja bersantai dulu, karena bagaimanapun nanti Saya akan gugup menghadapinya, Saya akan menenangkan diri dulu beberapa saat. 

Tanpa Saya sadari, tiba-tiba Alvin sudah berdiri di belakangku sambil menepuk pundakku, sesaat Saya kaget dibuatnya.

“Ayo Ronal, sekarang waktunya. Bu Caroline kulihat tadi sedang menuju ke ruangannya, mumpung sekarang tidak mengajar, temuilah beliau..!” bisik Alvin di telingSaya. “Oke-oke..,” Kata Saya singkat sambil berdiri, menghabiskan sisa es teh terakhir, kubuang rokok yang tersisa sedikit, kuambil permen dalam kantong Saya, kutarik dalam-dalam nafasku. Saya langsung melangkahkan kaki. “Kalau begitu Saya duluan ya, Ronal. Sampai ketemu di kost,” sahut Alvin sambil meninggalkanku. Saya hanya dapat melambaikan tangan saja, karena pikiranku masih berkecamuk bimbang, bagaimana Saya harus menghadapai Ibu Caroline, dosen killer yang masih sendiri itu.

Perlahan Saya berjalan menyusupi lorong kampus, suasana sangat lengang saat itu, maklum hari Sabtu, banyak mahasiswa yang meliburkan diri, lagi pula kalau saja Saya tidak mengalami masalah ini lebih baik Saya tidur-tiduran saja di kamar kost, ngobrol dengan teman. Hanya karena masalah ini Saya harus bersusah-susah menemui Bu Caroline, untuk dapat membantuku dalam masalah ini.

Kulihat pintu di ujung lorong. Memang ruangan Bu Caroline terletak di pojok ruangan, sehingga tidak ada orang lewat simpang siur di depan ruangannya. Kelihatan sekali keadaan yang sepi. Pikirku, “Mungkin saja perempuan yang belum bersuami inginnya menyendiri saja.” Perlahan-lahan kuketuk pintu, sesaat kemudian terdengar suara dari dalam, “Masuk..!” Saya langsung masuk, kulihat Bu Caroline sedang duduk di belakang mejanya sambil membuka-buka map. Kutup pintu pelan-pelan. Kulihat Bu Caroline memandangku sambil tersenyum, sesaat Saya tidak menyangka beliau tersenyum ramah pada Saya. Sedikit demi sedikit Saya mulai dapat merasa tenang, walaupun masih ada sedikit rasa gugup di hatiku.

“Silakan duduk, apa yang bisa Ibu bantu..?” Bu Caroline langsung mempersilakan Saya duduk, sesaat Saya terpesona oleh kecantikannya. Bagaimana mungkin dosen yang begitu cantik dan anggun mendapat julukan dosen killer. Kutarik kursi pelan-pelan, kemudian Saya duduk. “Oke, Ronal, ada apa ke sini, ada yang bisa Ibu bantu..?” sekali lagi Bu Caroline menanyakan hal itu kepada Saya dengan senyumnya yang masih mengembang. Perlahan-lahan kuceritakan masalahku kepada Bu Caroline, mulai dari keinginan orangtua yang ingin Saya agak cepat menyelesaikan studiku, sampai ke mata kuliah yang saat ini Saya belum dapat menyelesaikannya.

Kulihat Bu Caroline dengan tekun mendengarkan ceritSaya sambil sesekali tersenyum kepadSaya. Melihat keadaan yang demikian Saya bertambah semangat bercerita, sampai pada akhirnya dengan spontan Saya berkata, “Apa saja akan kuselasaikan Bu Caroline, untuk dapat menyelesaikan mata kuliah ini. Mungkin suatu saat membantu Ibu membersihkan rumah, contohnya mencuci piring, mengepel, atau yah, katakanlah mencuci baju pun Saya akan melakukannya demi agar mata kuliah ini dapat saya selesaikan. Saya mohon sekali, berikanlah keringanan nilai mata kuliah Ibu pada saya.”

Mendengar kejujuran dan perkataanku yang polos itu, kulihat Bu Caroline tertawa kecil sambil berdiri menghampiriku, tawa kecil yang kelihatan misterius, dimana Saya tidak dapat mengerti apa maksudnya. 

“Apa saja Ronal..?” kata Bu Caroline seakan menegaskan perkataanku tadi yang secara spontan keluar dari mulutku tadi dengan nada bertanya. “Apa saja Bu..!” kutegaskan sekali lagi perkataanku dengan spontan.

Sesaat kemudian tanpa kusadari Bu Caroline sudah berdiri di belakangku, ketika itu Saya masih duduk di kursi sambil termenung. Sejenak Bu Caroline memegang pundakku sambil berbisik di telinga Saya. “Apa saja kan Ronal..?” Saya mengangguk sambil menunduk, saat itu Saya belum menyadari apa yang akan terjadi. Tiba-tiba saja dari arah belakang, Bu Caroline sudah menghujani pipiku dengan ciuman-ciuman lembut, sebelum sempat Saya tersadar apa yang akan terjadi. Bu Caroline tiba-tiba saja sudah duduk di pangkuanku, merangkul kepala Saya, kemudian melumatkan bibirnya ke bibirku. Saat itu Saya tidak tahu apa yang harus kulakukan, seketika kedua tangan Bu Caroline memegang kedua tanganku, lalu meremas-remaskan ke payudaranya yang sudah mulai mengencang.

Saya tersadar, kulepaskan mulutku dari mulutnya. “Bu, haruskah kita..” Sebelum Saya menyelesaikan ucapanku, telunjuk Bu Caroline sudah menempel di bibirku, seakan menyuruhku untuk diam. “Sudahlah Ronal, inilah yang Ibu inginkan..” Setelah berkata begitu, kembali Bu Caroline melumat bibirku dengan lembut, sambil membimbing kedua tanganku untuk tetap meremas-remas payudaranya yang montok karena sudah mengencang.

Akhirnya timbul hasrat kelelakianku yang normal, seakan terhipnotis oleh reaksi Bu Caroline yang menggairahkan dan ucapannya yang begitu pasrah, kami berdua tenggelam dalam hasrat seks yang sangat menggebu-gebu dan panas. Saya membalas melumat bibirnya yang indah merekah sambil kedua tanganku terus meremas-remas kedua payudaranya yang masih tertutup oleh baju itu tanpa harus dibimbing lagi. Tangan Bu Caroline turun ke bawah perutku, kemudian mengusap-usap kemaluanku yang sudah mengencang hebat. Dilanjutkan kemudian satu-persatu kancing-kancing bajuku dibuka oleh Bu Caroline, secara reflek pula Saya mulai membuka satu-persatu kancing baju Bu Caroline sambil terus bibirku melumat bibirnya.


Setelah dapat membuka bajunya, begitu pula dengan bajuku yang sudah terlepas, gairah kami semakin memuncak, kulihat kedua payudara Bu Caroline yang memakai BH itu mengencang, payudaranya menyembul indah di antara BH-nya. Kuciumi kedua payudara itu, kulumat belahannya, payudara yang putih dan indah. Kudengar suara Bu Caroline yang mendesah-desah merasakan kFriscakmatan yang kuberikan. Kedua tangan Bu Caroline mengelus-elus dada Saya yang bidang. Lama Saya menciumi dan melumat kedua payudaranya dengan kedua tanganku yang sesekali meremas-remas dan mengusap-usap payudara dan perutnya.

Akhirnya kuraba tali pengait BH di punggungnya, kulepaskan kancingnya, setelah lepas kubuang BH ke samping. Saat itu Saya benar-benar dapat melihat dengan utuh kedua payudara yang mulus, putih dan mengencang hebat, menonjol serasi di dadanya. Kulumat putingnya dengan mulutku sambil tanganku meremas-remas payudaranya yang lain. Puting yang menonjol indah itu kukulum dengan penuh gairah, terdengar desahan nafas Bu Caroline yang semakin menggebu-gebu. “Oh.., oh.., Ronal.. teruskan.., teruskan Ronal..!” desah Bu Caroline dengan pasrah dan memelas. Melihat kondisi seperti itu, kejantananku semakin memuncak. Dengan penuh gairah yang mengebu-gebu, kedua puting Bu Caroline kukulum bergantian sambil kedua tanganku mengusap-usap punggungnya, kedua puting yang menonjol tepat di wajahku. Payudara yang mengencang keras.

Lama Saya melakukannya, sampai akhirnya sambil berbisik Bu Caroline berkata, “Angkat Saya ke atas meja Ronal.., ayo angkat Saya..!” Spontan kubopong tubuh Bu Caroline ke arah meja, kududukkan, kemudian dengan reflek Saya menyingkirkan barang-barang di atas meja. Map, buku, pulpen, kertas-kertas, semua kujatuhkan ke lantai dengan cepat, untung lantainya memakai karpet, sehingga suara yang ditimbulkan tidak terlalu keras.

Masih dalam keadaan duduk di atas meja dan Saya berdiri di depannya, tangan Bu Caroline langsung meraba sabukku, membuka pengaitnya, kemudian membuka celanSaya dan menjatuhkannya ke bawah. Serta-merta Saya segera membuka celana dalamku, dan melemparkannya ke samping. Kulihat Bu Caroline tersenyum dan berkata lirih, “Oh.. Ronal.., betapa jantannya kamu.. kemaluanmu begitu panjang dan besar.. Oh.. Ronal, Saya sudah tak tahan lagi untuk merasakannya.” Saya tersenyum juga, kuperhatikan tubuh Bu Caroline yang setengah telanjang itu.

Kemudian sambil kurebahkan tubuhnya di atas meja dengan posisi Saya berdiri di antara kedua pahanya yang telentang dengan rok yang tersibak sehingga kelihatan pahanya yang putih mulus, kuciumi payudaranya, kulumat putingnya dengan penuh gairah, sambil tanganku bergerilya di antara pahanya. Saya memang menginginkan pemanasan ini agak lama, kurasakan tubuh kami yang berkeringat karena gairah yang timbul di antara Saya dan Bu Caroline. Kutelusuri tubuh Bu Caroline yang setengah telanjang dan telentang itu mulai dari perut, kemudian kedua payudaranya yang montok, lalu leher. Kudengar desahan-desahan dan rintihan-rintihan pasrah dari mulut Bu Caroline.

Sampai ketika Bu Caroline menyuruhku untuk membuka roknya, perlahan-lahan kubuka kancing pengait rok Bu Caroline, kubuka restletingnya, kemudian kuturunkan roknya, lalu kujatuhkan ke bawah. Setelah itu kubuka dan kuturunkan juga celana dalamnya. Seketika hasrat kelelakianku semakin menggebu-gebu demi melihat tubuh Bu Caroline yang sudah telanjang bulat, tubuh yang indah dan seksi, dengan gundukan daging di antara pahanya yang ditutupi oleh rambut yang begitu rimbun. Terdengar Bu Caroline berkata pasrah, “Ayolah Ronal.., apa yang kau tunggu..? Ibu sudah tak tahan lagi.”

Kurasakan tangan Bu Caroline menggenggam kemaluanku, menariknya untuk lebih mendekat di antara pahanya. Saya mengikuti kemauan Bu Caroline yang sudah memuncak itu, perlahan tapi pasti kumasukkan kemaluanku yang sudah mengencang keras layaknya milik kuda perkasa itu ke dalam vagina Bu Caroline. Kurasakan milik Bu Caroline yang masih agak sempit. Akhirnya setelah sedikit bersusah payah, seluruh batang kemaluanku amblas ke dalam vagina Bu Caroline. Terdengar Bu Caroline merintih dan mendesah, “Oh.., oh.., Ronal.. terus Ronal.. jangan lepaskan Ronal.. Saya mohon..!” Tanpa pikir panjang lagi disertai hasratku yang sudah menggebu-gebu, kugerakkan kedua pantatku maju-mundur dengan posisi Bu Caroline yang telentang di atas meja dan Saya berdiri di antara kedua pahanya.

Mula-mula teratur, seirama dengan goyangan-goyangan pantat Bu Caroline. Sering kudengar rintihan-rintihan dan desahan Bu Caroline karena menahan kenikmatan yang amat sangat. Begitu juga Saya, kuciumi dan kulumat kedua payudara Bu Caroline dengan mulutku. Kurasakan kedua tangan Bu Caroline meremas-remas rambutku sambil sesekali merintih, “Oh.. Ronal.. oh.. Ronal.. jangan lepaskan Ronal, kumohon..!” Mendengar rintihan Bu Caroline, gairahku semakin memuncak, goyanganku bertambah ganas, kugerakkan kedua pantatku maju-mundur semakin cepat. Terdengar lagi suara Bu Caroline merintih, “Oh.. Ronal.. kamu memang perkasa.., kau memang jantan.. Ronal.. Saya mulai keluar.. oh..!” “Ayolah Bu.., ayolah kita mencapai puncak bersama-sama, Saya juga sudah tak tahan lagi,” keluhku.

Setelah berkata begitu, kurasakan tubuhku dan tubuh Bu Caroline mengejang, seakan-akan terbang ke langit tujuh, kurasakan cairan kenikmatan yang keluar dari kemaluanku, semakin kurapatkan kemaluanku ke vagina Bu Caroline. Terdengar keluhan dan rintihan panjang dari mulut Bu Caroline, kurasakan juga dadSaya digigit oleh Bu Caroline, seakan-akan nmenahan kenikmatan yang amat sangat. “Oh.. Ronal.. oh.. oh.. oh..” Setelah kukeluarkan cairan dari kemaluanku ke dalam vagina Bu Caroline, kurasakan tubuhku yang sangat kelelahan, kutelungkupkan badanku di atas badan Bu Caroline dengan masih dalam keadan telanjang, agak lama Saya telungkup di atasnya.

Setelah kurasakan kelelahanku mulai berkurang, Saya langsung bangkit dan berkata, “Bu, apakah yang sudah kita lakukan tadi..?” Kembali Bu Caroline memotong pembicaraanku, “Sudahlah Ronal, yang tadi itu biarlah terjadi karena kita sama-sama menginginkannya, sekarang pulanglah dan ini alamat Ibu, Ibu ingin cerita banyak kepadamu, kamu mau kan..?” Setelah berkata begitu, Bu Caroline langsung menyodorkan kartu namanya kepada Saya. Kuterima kartu nama yang berisi alamat itu.

Sejenak kutermangu, kembali Saya dikagetkan oleh suara Bu Caroline, “Ronal, pulanglah, pakai kembali pakaianmu..!” Tanpa basa-basi lagi, Saya langsung mengenakan pakaianku, kemudian membuka pintu dan keluar ruangan. Dengan santai Saya berjalan keluar kampus sambil pikiranku berkecamuk dengan kejadian yang baru saja terjadi antara Saya dengan Bu Caroline. Saya telah bermain cinta dengan dosen killer itu. Bagaimana itu bisa terjadi, semua itu diluar kehendakku. Akhirnya walau bagaimanapun nanti malam Saya harus ke rumah Bu Caroline.

Kudapati rumah itu begitu kecil tapi asri dengan tanaman dan bunga di halaman depan yang tertata rapi, serasi sekali keadannya. Langsung kupencet bel di pintu, tidak lama kemudian Bu Caroline sendiri yang membukakan pintu, kulihat Bu Caroline tersenyum dan mempersilakan Saya masuk ke dalam. Kuketahui ternyata Bu Caroline hidup sendirian di rumah ini. Setelah duduk, kemudian kami pun mengobrol. Setelah sekian lama mengobrol, akhirnya kuketahui bahwa Bu Caroline selama ini banyak dikecewakan oleh laki-laki yang dicintainya. Semua laki-laki itu hanya menginginkan tubuhnya saja bukan cintanya. Setelah bosan, laki-laki itu meninggalkannya Bu Caroline. Lalu dengan jujur pula dia meminta Saya selama masih menyelesaikan studi, Saya dimintanya untuk menjadi teman sekaligus kekasihnya. Akhirnya Saya mulai menyadari bahwa posisiku tidak beda dengan gigolo.

Kudengar Bu Caroline berkata, “Selama kamu masih belum wisuda, tetaplah menjadi teman dan kekasih Ibu. Apa pun permintaanmu kupenuhi, uang, nilai mata kuliahmu agar lulus, semua akan Ibu penuhi, mengerti kan Ronal..?” Selain melihat kesendirian Bu Caroline tanpa ada laki-laki yang dapat memuaskan hasratnya, Saya pun juga mempertimbangkan kelulusan nilai mata kuliahku. Akhirnya Saya pun bersedia menerima tawarannya.

Akhirnya malam itu juga Saya dan Bu Caroline kembali melakuakn apa yang kami lakukan siang tadi di ruangan Bu Caroline, di kampus. Tetapi bedanya kali ini Saya tidak canggung lagi melayani Bu Caroline dalam bercinta. Kami bercinta dengan hebat malam itu, 3 kali semalam, kulihat senyum kepuasan di wajah Bu Caroline. Walau bagaimanapun dan entah sampai kapan, Saya akan selalu melayani hasrat seksualnya yang berlebihan, karena memang ada jaminan mengenai kelulusan mata kuliahku yang tidak lulus-lulus itu dari dulu.